Hal memalukan yang tak ingin terjadi, hari ini terjadi, tepatnya pada tanggal 10 januari 2012 pada saat ujian akhir semester mata kuliah evaluasi pendidikan. Pertama kali saya sampai dikelas, saya melihat teman-teman saya yang sedang membuka buku, berdiskusi tentang mata kuliah yang akan diuaskan pada saat itu. Aku pun memdekati salah seorang temanku yang tengah berdiskusi dan aku meminta untuk mengulang apa yang ia bicarakan tadi (ulang dari awal) tapi rasanya mustahil, ia sudah berbicara panjang lebar masa saya harus minta ia ulang lagi. Lalu saya ikut saja memperhatikan apa yang mereka bicarakan. Ngobrol sebelum uas adalah metode belajar yang saya temukan pada saat kuliah ini. Sebelum uas, saya biasanya ngobrol tentang materi mata kuliah yang akan diuaskan, itu lebih mudah diingat dari pada hanya membaca saja. Tapi bukan berarti tidak membaca dahulu sebelumnya, tentunya kita harus paham dulu apa yang akan didiskusikan. Ok, kembali pada hal yang memalukan tadi…..
Saya sudah merasa tidak percaya diri dengan kemampuan saya, saya fikir, aku bisa tidak ya mengerjakan uas nanti. Melihat teman2 yang sudah berdiskusi saya menjadi terpersepsi bahwa mereka sudah lebih paham dari saya dan saya pasti lebik weakness dari mereka. Asumsi yang salah!.
Ketika dosen datang dengan membawa lembar jawaban dan soal, beliau-beliau menghimbau untuk kami bekerja secara jujur. Pada saat soal itu dibagikan, sontak seluruh apa yang saya fikirkan hilang,, meskipun terdapat sisa-sisa dari fikiran tersebut tidak memenuhi syarat untuk memberikan jawaban untuk soal yang saya pegang dan saya pelototi ini. Saya mencoba mengingat-ingat, pa yaa… apa yaa… ada beberapa yang saya ingat namun itu hanya 30% mungkin sehingga jawaban saya tidak optimal. Soal selanjutnya adalah soal hitungan. Cukup merasa lega karena saya tidak perlu menganalisis dan menggunakan otak saya menjadi lebih keras untuk menalar jawaban. Saya kerjakan soal itu dengan penuh percaya diri, sedikit tersenyum sambil mengingat-ngingat rumus. Namun, seperti lahar yang tiba-tiba keluar dari perut bumi, rumus tentang simpangan baku terlupakan. Saya lupa tentang rumus itu, padahal itu adalah rumus awal untuk melanjutkan hitungan selanjutnya.
Entah setan dari mana, entah memakai kekuatan apa setan itu berhasil mempengaruhi saya. saya mulai memutar kepala dan melirik kepinggir saya, saya mulai memutar kepala ke belakang, saya membuka mulut saya dan berkata "rumus simpangan baku apa?" tak ada yang menjawab dari kedua teman disamping dan dibelakang saya, begitupun yang didepan saya ia tak mengubris perkataan saya. saya makin panik, memikirkan bagaimana kalau saya tidak dapat menyelesaikan soal ini, bagaimana kalo orang lain bisa menyelesaikan soal ini?. lalu sekarang saya dapat mengambil kesimpulan bahwa saya tidak percaya diri dan tidak percaya terhadap kemampuan yang saya punya pada saat itu. Dan saya hanya memikirkan orang lain yang belum tentu memikirkan saya. sial…. Kenapa baru sadar sekarang… watir nyaa.. saya baru ingat bahwa terdapat camera cctv di depan dan mungkin merekam saya sedang beraksi. Nama saya tercemar, saya menjadi tercemar. Dimana kejujuran yang selalu saya agung-agungkan itu?? Sebuah penyesalan yang mengganjal di hati saya sekarang ini. demi sebuah nilai, saya rela melakukan perbuatan ketidakjujuran ini. wah memang sangat idealis sekali pemikiran saya saat ini… walaupun terlintas suara suara realistikme.. realistis saja kalo memang tidak bisa, sekreatif saja untuk mencari jawaban. Ketidaktahuan dalam menjawab soal itu adalah sebuah masalah, jadi bagaimana untuk menyelesaikan permasalahan tersebut? Bisa dengan cara mencontek, itu sudah menyelesaikan masalah namun apakah hal itu dibenarkan? Apakah itu wajar? Itu curang! Hmm… persepsi orang tentu berbeda jadi, setiap kesimpulan tergantung seseorang memaknainya.
Sangat malu sekali ketika saya menceritakan kepada teman saya waktu dulu SMA saya pernah mencontek. Saya bilang saya "pernah" mencontek. Itu berarti dilakukan sesekali, tidak sering seperti yang dipersepsikannya. Sampai ia mengatakan "ratu contek".. haduhh nyeredet hate… padahal saya tidak sebusuk itu. Tapi apa daya setelah saya melakukan hal bodoh siang tadi, saya tidak bisa menganggapi apa-apa. Meluruskan, saya pernah mencontek saya tahu cara-cara mencontek dan saya dapatkan itu dari hasil mengamati lingkungan sekitar saya, walaupun saya pernah melakukan salah satu metode dari hal itu tetap saja dulu saya dianggap sebagai orang yang sangat tidak mahir dalam mencontek.
Namun Hal ini, kesalahan ini, tingkah bodoh ini, tidak hanya berlalu begitu saja, hal ini dapat menjadi sebuah pembelajaran agar tidak mengulangi kesalahan tersebut. Befikir cerdaslah. Orang cerdas ia tidak akan melakukan kesalahan yang pernah ia lakukan sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar